Zikir sebagai Solusi dalam menghadapi Depresi dan Stress
Kehidupan manusia di alam modern ini
manusia dilingkari dengan stress, yang dapat menimbulkan reaksi jiwa berupa
kecemasan, stress dan bahkan mencapai depresi. Bentuk reaksi jiwa ini pertanda
bahwa jiwa seseorang mengalami gangguan (labil), dan apabila berlangsung lama
dapat menimbulkan penderitaan batin yang bisa berwujud berbagai bentuk
psikosomatik dan neurosis. Kondisi ini akan berimbas pada redupnya motivasi
hidup dan harapan kehidupan di masa depan.
Penderita (klien) tersebut alam
pikiran maupun perasaan mengalami gangguan, ketidakstabilan, ketidaktenangan,
bahkan goncangan sehingga dapat mengganggu fungsi-fungsi organ tubuh klien.
Oleh karena itu, para ahli kesehatan badan dan jiwa serta psikoterapis seperti
Dr. Leon J. Soul, Dr. Yulius Hamian, Dr. Abraham Mayerson mendasarkan pada
praktik dan pengalaman sehari-harinya menyimpulkan bahwa “Biang keladi
penderitaan tersebut di atas terpusat pada kondisi alam pikiran dan perasaan
yang sedang labil negatif.” Lebih lanjut mereka menyatakan bahwa untuk
melakukan penyembuhan tidak lain dengan menciptakan ketenangan, kedamaian,
penetralisiran alam pikiran dan perasaannya terlebih dahulu. Guna merealisasikan upaya psikoterapi ke arah
itu, dapat menerapkan model terapi holistik sebagai berikut.
1. Psikoterapi Psikiatrik
Terapi ini lebih difokuskan pada
usaha memulihkan rasa percaya diri klien serta memperkuat fungsi egonya.
2. Psikofarmaka
Terapi ini dilakukan dengan
pemberian obat depresan, guna mengurangi atau menghilangkan gangguan yang
bersifat efektif termasuk kecemasan dan depresi. Namun, pemberian obat depresan
memiliki civil effect seperti kegelisahan, pusing, kejang otot, keringatan,
suhu badan meningkat.
3. Relaksasi
Kegiatan ini dapat diaplikasikan
kepada klien/pasien dalam rangka untuk membangun kesegaran jasmani dan
ketenangan alam pikir dan perasaan klien. Aktivitas ini untuk mendukung
percepatan pada stadium ambang normal kondisi lahir batin klien/penderita.
4. Terapi Perilaku
Terapi ini berguna untuk membangun
sikap dan perilaku yang positif dengan cara membimbing, mengarahkan serta melatih
dan memperbaiki sikap dan perilaku klien dengan mengikis sikap dan perilaku
negatif sebelumnya.
5. Terapi Somatik
Praktik terapi ini dengan memberikan
jenis obat-obatan (tugas dokter) yang ditujukan pada keluhan organ-organ
pasien/klien sebagai manifestasi ganggguan mental berupa kecemasan ataupun
depresi.
6. Psikoterapi Keagamaan (dengan
Zikir)
Usaha psikoterapi dari sudut
keagamaan dapat dianjurkan mengingat mayoritas pasien atau klien yang mengalami
penderitaan batin akibat depresi adalah orang-orang Islam. Dalam al-Quran dan
Hadis dan para pemikir Islam memberikan tuntutan bagaimana agar dalam
mengarungi kehidupan ini bebas dari rasa cemas, tegang, konflik, stress maupun
depresi, di antaranya dengan memperbanyak zikir dan doa kepada Allah sebagai
Yang Maha Penyembuh.
Fatwa Majelis Perkembangan Kesehatan
dan Syara’ Departemen Kesehatan RI tentang Sumpah Dokter dan Susila Kedokteran
ditinjau dari sisi hukum Islam dalam kutipan Aulia menyatakan “Hendaklah dokter
itu mempunyai pengetahuan tentang penyakit pikiran dan jiwa serta obatnya, itu
adalah menjadi pokok yang utama dalam mengobati badan manusia. Di antara
obat-obat yang sebaik-baiknya untuk suatu penyakit adalah berbuat amal
kebajikan, berzikir, berdoa serta memohon dan mendekatkan diri kepada Allah dan
bertaubat. Semua ini mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada obat-obat
biasa untuk menolak penyakit (penderitaan) dan mendatangkan kesembuhan. Tetapi,
semua menurut kadar kesediaan penerimaan batin serta kepercayaannya akan obat
kebatinan itu dan manfaatnya”.
a. Pandangan Ulama
Menurut ulama kondang Ibnu Qayyim
al-Jauziyah, Muhammad Shalih bahwa zikir itu adalah makanan pokok bagi hati dan
ruh. Apabila hamba Allah gersang dari siraman zikir, maka jadilah ia bagai
tubuh yang terhalang untuk memperoleh makanan pokoknya.
Pernyataan tersebut mengindikasikan
betapa perlunya seorang mukmin selalu berzikir kepada Allah dalam kondisi
apapun agar terpenuhi kebutuhan fundamentalnya sehingga hati dan ruh menjadi
segar, sehat dan tenang. Selanjutnya juga dinyatakan bahwa “Zikir itu merupakan
sesuatu yang diridhai oleh Allah, menjauhkan diri dari setan, mengikis
kesedihan, kesusahan, mendatangkan rezeki, membuka pintu ma’rifah, merupakan
tanaman surga, menghindarkan perkataan yang tergelincir, cermin ketaatan,
menghidupkan jiwa dan mengobati lemah iman”.
Dengan demikian menurut Imam Husain
Azhahiri bahwa “Seseorang di dalam mempertahankan kehidupannya harus memiliki
tingkatan keimanan qolbi, seseorang yang memiliki keimanan qolbi akan
senantiasa berzikir mengingat Allah dalam situasi apapun dan yakin hanya
Allah-lah sebagai pelindung segala kehidupannya. Orang yang memiliki keimanan
qolbi akan memiliki kekuatan untuk menghilangkan ketakutan, kesedihan,
kecemasan, stress, depresi karena ruhnya tidak ada lagi rasa takut terhadap
masa depannya”.
Dari pandangan para ulama tersebut
menunjukkan bahwa kegiatan zikir dan doa tidak hanya berdampak pada pembangun
akhirat saja, melainkan juga pada pembentukan kualitas umat lahir maupun batin
selama menjalani tugas hidup dalam kehidupan ini.
b. Pandangan Para Ahli Kedokteran
Jiwa dan Kesehatan Mental
Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari
menyatakan bahwa “Zikir dan Doa dari sudut pandang ilmu kedokteran jiwa atau
kesehatan mental merupakan terapi psikiatrik, setingkat lebih tinggi daripada
psikoterapi biasa. Hal ini dikarenakan zikir dan doa mengandung unsur spiritual
keruhanian, keagamaan, yang dapat membangkitkan harapan dan percaya diri pada
diri klien atau penderita, yang pada gilirannya kekebalan tubuh dan kekuatan
psikis meningkat sehingga mempercepat proses penyembuhan”.
Dalam hal ini, tentu terapinya juga
disertai dengan obat dan tindakan medis lainnya tanpa harus mengabaikannya.
Dengan demikian, menunjukkan bahwa terapi medis disertai zikir dan doa
merupakan pendekatan holistik di dunia kedokteran modern pada saat ini.
Taufiq Pasiak sebagai seorang ahli
kedokteran dan agamawan juga menyatakan bahwa dalam makna sempit zikir
dimaksudkan untuk menyebut nama Allah secara berulang-ulang. Bila kegiatan ini
dilakukan secara serius, sangat efektif sebagai pereda ketegangan dan
kecemasan.
Dr. Ralp Snyderman Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Duke menyatakan, bahwa dalam perawatan kesehatan, ilmu
pengetahuan tanpa keruhanian, keimanan, keagamaan (zikir dan doa) tidaklah
efektif, artinya terapi medis dan zikir serta doa mesti dilakukan bersama-sama.
Dalam hal ini D.B. Larson dalam
kutipan Dadang Hawari menggaris-bawahi bahwa “Komitmen seseorang terhadap
agamanya amat penting dalam pencegahan agar seseorang tidak jatuh sakit,
meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengatasi penderitaan bila seseorang
sedang sakit serta mempercepat penyembuhan selain terapi medis yang diberikan”.
Dari penjelasan di atas menunjukkan
bahwa dari sudut pandang kesehatan jiwa, doa dan zikir mengandung unsur
Psikoterapeutik yang ampuh dan mendalam. Psikoreligius ini tidak kalah
pentingnya dibandingkan dengan psikoterapi psikiatrik karena ia mengandung
kekuatan spiritual, keruhanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan optimis
mendalam bagi kesembuhan diri. Kedua hal inilah yang merupakan esensi bagi
penyembuhan suatu penderitaan batin baik stress, kecemasan maupun depresi.
c. Hasil Penelitian
Suatu studi yang dilakukan Lin Deu
Hal (1970) dan Star (1970) menunjukkan bahwa penduduk yang religius, taat
beribadah, berdoa, dan zikir kemungkinan mengalami stress, kecemasan, depresi
jauh lebih kecil dibandingkan yang non-religius.
Kemudian hasil penelitian Herbert
Benson sebagaimana dikutip Taufiq Pasiak, “Menunjukkan bahwa kata-kata zikir
itu dapat menjadi salah satu frasa fokus (kata-kata yang menjadi titik fokus perhatian)
dalam proses penyembuhan diri klien dari kecemasan, ketakutan bahkan dari
keluhan fisik seperti sakit kepala, nyeri dada dan hipertensi. Apalagi jika
frasa fokus tersebut dikombinasikan dengan respon relaksasi dalam diri dapat
menghambat kerja sistem syaraf simpatis yang mengatur kecepatan denyut jantung,
pernapasan dan metabolisme individu (klien) yang berzikir”.
Cancerellano, Larson dan Wilson
(1982) telah melakukan penelitian terhadap pasien/klien yang mengalami gangguan
jiwa (neurosis, psikosomatik, psikosis) hasilnya menunjukkan bahwa setelah
mereka diikutsertakan dalam kegiatan keagamaan seperti zikir dan doa di samping
terapi medis, hasilnya ternyata jauh lebih baik.
Comstock dan kawan-kawan (1972) juga
melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa, “Bagi mereka yang
melakukan kegiatan keagamaan secara teratur disertai dengan zikir dan doa
ternyata resiko kematian akibat penyakit jantung koroner, paru-paru, hepatitis,
bunuh diri jauh lebih rendah.”
Pada tahun 1989 Larson dan
kawan-kawan melakukan suatu penelitian khusus terhadap pasien/klien hipertensi,
diperoleh kenyataan bahwa kelompok yang rajin melakukan kegiatan keagamaan
seperti zikir dan doa dapat mencegah dan menetralisir hipertensi, begitu juga
penelitian Levin dan Van Der Pool terhadap penderita penyakit jantung dan
pembuluh darah hasilnya juga sama.