KARAKTERISTIK DAN TIPE-TIPE KIYAI
1. Pengertian Kiyai
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah kyai memiliki pengertian yang plural. Kata kyai mempunyai banyak arti antara lain :
1. Sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai dalam agama Islam)
2. Sebutan bagi guru ilmu ghaib (dukun dan sebagainya)
3. Kepala distrik (di Kalimantan Selatan)
4. Sebutan yang mengawali nama benda yang dianggap bertuah (senjata, gamelan dan sebagainya)
5. Sebutan samaran untuk harimau (jika orang melewati hutan)
Menurut asal usulnya, perkataan kyai dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda:
1. Sebutan gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, umpamanya kyai garuda kencana di pakai untuk sebutan kereta emas yang ada di keraton Yogyakarta.
2. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya
3. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab
Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kyai, ia sering disebut seorang alim (orang yang dalam pengetahuan Islamnya) Seperti yang disutkan oleh Zamakhsari Dhofir.
Pemakaian istilah kyai tampaknya merujuk pada kebiasaan daerah. Pemimpin pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah disebut kyai, sedangkan di Jawa Barat disebut "ajengan". Secara nasional, term kyai lebih terkenal dari pada ajengan. Pararel dengan kyai adalah ulama, yang merupakan istilah yang ditransfer dari dua sumber skriptural Al-Qur'an dan Al-Sunnah serta digunakan secara nasional.
Gelar kyai tidak diusahakan melalui jalur-jalur formal sebagai sarjana misalnya, melainkan datang dari masyarakat yang secara tulus memberikannya tanpa intervensi pengaruh-pengaruh pihak luar. Kehadiran gelar ini akibat kelebihan-kelebihan ilmu dan amal yang tidak dimiliki lazimnya orang dan kebanyakan didukung pesantren yang dipimpinnya. Oleh karena itu, kyai menjadi patron bagi masyarakat sekitar terutama yang menyangkut kepribadian. Sebagai patron "kyai" dalam pandangan Martin Van Bruinessen, memainkan peranan yang lebih dari sekedar seorang guru. Ia bukan sekedar menempatkan dirinya sebagai pengajar dan pendidik santri-santrinya, melainkan juga aktif memecahkan masalah–masalah krusial yang dihadapai masyarakat. Ia memimpin kaum santri, memberikan bimbingan dan tuntutan kepada mereka, menenangkan hati seseorang yang sedang gelisah, menggerakkan pembangunan, memberikan ketetapan hukum tentang berbagai masalah aktual bahkan tidak jarang ia bertindak sebagai tabib dalam mengobati penyakit yang diderita orang yang mohon bantuannya. Maka kyai mengemban tanggung jawab moral-spiritual selain kebutuhan materiil. Tidak berlebihan jika terdapat penilaian bahwa figur kyai sebagai pemimpin karismatik menyebabkan hampir segala masalah kemasyarakatan yang terjadi disekitarnya harus dikonsultasikan lebih dahulu kepadanya sebelum mengambil sikap terhadap masalah itu.
Kyai adalah pemimpin non formal sekaligus pemimpin spiritual dan posisinya sangat dekat dengan kelompok-kelompok masyarakat lapisan bawah di desa-desa. Sebagai pemimpin masyarakat, kyai memiliki jama’ah komunitas dan masa yang diikat oleh hubungan keguyuban yang erat dan ikatan budaya paternalistik. Petuah-petuahnya selalu didengar, diikuti dan dilaksanakan oleh jamaah, komunitas dan massa yang dipimpinnya.
Dalam pesantren kyai adalah pemimpin tunggal yang memegang wewenang mutlak. Disini tidak ada orang lain yang lebih dihormati daripada kyai. Ia merupakan pusat kekuasaan tunggal yang mengendalikan sumber-sumber terutama pengetahuan dan wibawa yang merupakan sandaran bagi para santrinya. Maka kyai menjadi tokoh yang melayani sekaligus melindungi para santri.
Kyai menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan pesantren, seperti: Ustadz (pengajar) dan santri. Mereka baru berani melakukan sesuatu tindakan diluar kebiasaan setelah mendapat restu dari kyai. Ia ibarat raja, segala titahnya menjadi menjadi konstitusi, baik tertulis maupun konvensi yang berlaku bagi kehidupan pesantren. Ia memiliki hak untuk menjatuhkan hukuman terhadap santri-santri yang melanggar ketentuan-ketentuan titahnya menurut kaidah–kaidah normatif yang mentradisi di kalangan pesantren. Dengan demikian kedudukan seorang kyai memiliki kedudukan ganda yaitu: sebagai pengasuh sekaligus sebagai pemilik pesantren. Secara kultural kedudukan ini sama dengan kedudukan bangsawan feodal yang biasa dikenal dengan nama kanjeng di pulau jawa. Ia dianggap memiliki sesuatu yang tidak memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain disekitarnya.
2. Tipe Kyai
Adanya tipe-tipe kyai yang dapat membedakan antara kyai satu dengan kyai lainnya sebagai pemimpin dalam mengembangkan pendidikan pondok pesantren4.
a) Kyai Spiritual
Kyai Spiritual adalah pengasuh pondok pesantren yang lebih menekankan pada upaya mendekatkan diri pada Tuhan YME lewat amalan ibadah tertentu. Dalam hal ini kyai banyak mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan seperti: melakukan thariqah: Naqsabandiyah, wahidiyah, muhammadiyah dan lain-lain.
b) Kyai Advokatif
Kyai Advokasi adalah pengasuh pondok pesantren yang selain aktif mengajar pada santri dan jamaahnya juga memperhatikan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat dan senantiasa mencari jalan keluarnya. Kyai ini tidak hanya mengajarkan tentang teori saja akan tetapi beliau juga ikut menerapkan teori tersebut dalam dunia nyata.
c) Kyai Politik
Kyai polilik adalah pengasuh pondok pesantren yang senantiasa peduli kepada organisasi politik dan kekuasaannya. Kyai ini tanggung jawabnya tidak hanya dalam pesantren saja akan tetapi beliau juga aktif dalam kegiatan berorganisasi di luar pondok pesantren terutama dalam dunia perpolitikan.
3. Peran Kyai
Kyai merupakan salah satu komponen yang sangat esensial di pesantren, ia merupakan figur sentral yang mengatur sirkulasi atau kelangsungan suatu pesantren dan ia juga menentukan corak atau warna pesantren yang dikelolanya. Pertumbuhan dan perkembangan suatu pesantren seringkali tergantung pada kualitas pribadi kyai yang mengelolanya.
Peran kyai adalah membentuk kepribadian muslim yang utuh yaitu insan yang bertaqwa, karena kyai mempunyai tugas untuk mengemban amanat suci sebagaimana yang telah dimiliki oleh seorang Nabi, bahkan ulama adalah pewaris para Nabi. Jalaluddin Abdurrahman bin Aabu Bakar Suyuti(
Hal ini sesuai dengan hadist Nabi SAW yang berbunyi:
Artinya : Dari Anas Bin Malik : Ulama adalah pewaris para Nabi dan mereka disukai oleh penduduk langit dan dimintakan ampunan untuknya oleh ikan-ikan yang ada dilautan ketika wafat sampai hari kiamat. (HR. Bukhori).
Hadist di atas menunjukkaan bahwa peran ulama (kyai) mempunyai tugas untuk menunjukkan dan membimbing umat manusia sesuai dengan tugas yang dimiliki oleh Nabi.
Secara umum peran kyai sebagian besar dalam kehidupan dibuktikan untuk kepentingan agama dan secara khusus adalah mengelola pondok pesantren dan memberi pelayanan kepada para santri, dimana pelayanan tersebut dimaksudkan untuk membentuk kepribadian muslim yang utuh yaitu insan yang bertaqwa, bahkan dalam perkembangannya pondok pesantren dituntut mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas, agar apa yang diinginkan tercapai, maka pondok pesantren paling tidak ada peranan kyai yaitu sebagai pemimpin, pendidik dan sebagai mubaligh. Dalam hal ini akan dijelaskan bahwa:
a. Kyai Sebagai Pemimpin
Kyai mempunyai pengaruh yang besar dalam bidang sosial, hal ini terjadi sejak ada dan berkembang hingga saat ini. Pengaruh kyai masih
dirasakan oleh masyarakat bahkan bertambah luas dalam kehidupan masyarakat bernegara.
Imran Arifin mengatakan bahwa:
“Secara umum keberadaan kyai hanya dipandang sebagai pemimpin informal (informal leader), tetapi kyai dipercayai memiliki keunggulan baik secara moral maupun sebagai seorang alim. Pengaruh kyai diperhitungkan baik oleh pejabat-pejabat nasional maupun oleh masyarakat umum”.
Keunggulan kyai sebagai pemimpin dipercayai oleh masyarakat, begitu juga kyai menyadari tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin di hadapan masyarakat, hal ini sesuai dengan hadist yang berbunyi :
Artinya : Dari Abdullah bin Umar r.a berkata : saya mendengar Rasulullah bersabdah : masing-masing dari kamu adalah seorang pemimpin dan masing-masing dari kamu sekalian bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya (HR: Bukhori dan Muslim)7.
Hadist ini menunjukkan bahwa betapa beratnya menjadi seorang pemimpin dalam kehidupan masyarakat. Maka dari itu, seorang pemimpin harus bisa menyesuaikan dengan adanya perubahan sosial, akan tetapi kyai tidak akan lepas dari tradisi lamanya yaitu: berpegang teguh pada cara
yang lama (hal-hal yang baik) dan meninggalkan hal-hal yang buruk sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang ada di zaman sekarang ini.
b. Sebagai Pendidik
Menurut Habib Hirzin, menjelaskan bahwa peran kyai sebagai pendidik adalah :
“Sebenarnya peranan kyai lebih besar dalam bidang penanaman iman, bimbingan ibadah amaliah. Penyebaran dan pewarisan ilmu., pembinaan akhlak, pendidikan beramal, pemimpin serta menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh santri”8.
Peran kyai sebagai pendidik terutama dalam mamberi contoh untuk melaksanakan perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk kepada para santrinya. Hal ini berdasarkan firman Allah Q.S. Ali-Imran ayat 104:
Artinya : Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar. (Q.S Ali-Imran : 104).
Dari ayat di atas, menjelaskan bahwa kyai adalah sebagai pendidik, nampak dari pola hidup kesehariannya yang senantiasa dijadikan cermin oleh para santrinya. Dengan sikap teladannya yang selalu berada pada jalur amar ma'ruf nahi munkar, baik melalui perkataan, maupun perbuatan. Dengan demikian, peran seorang kyai dalam pesantren adalah sesuatu
yang tidak bisa dihindari karena kyai merupakan unsur dari sebuah pesantren.
c. Kyai Sebagai Muballigh
Pondok pesantren yang merupakan salah satu lembaga kemasyarakatan, juga merupakan tempat keberadaan pimpinan-pimpinan masyarakat yang besar pengaruhnya dalam tatanan masyarakat, baik lewat pengajian umum, ceramah, khutbah, dan sebagainya demi menyebarkan ajaran Islam.
Keberadaan seorang kyai terhadap masyarakat harus bertanggungjawab menyampaikan perintah dan larangan yang terdapat dalam Al-Quran dan hadits. Kyai harus mengerjakan terlebih dahulu, tidak hanya dengan perkataannya saja tanpa perbuatan atau tingkah laku, karena Allah SWT berfirman dalam surat As-Shaff ayat 2-3:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kaum perbuat? Amal besar kebencian di sisi Allah SWT bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (QS Shaff : 2-3) .
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah kyai memiliki pengertian yang plural. Kata kyai mempunyai banyak arti antara lain :
1. Sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai dalam agama Islam)
2. Sebutan bagi guru ilmu ghaib (dukun dan sebagainya)
3. Kepala distrik (di Kalimantan Selatan)
4. Sebutan yang mengawali nama benda yang dianggap bertuah (senjata, gamelan dan sebagainya)
5. Sebutan samaran untuk harimau (jika orang melewati hutan)
Menurut asal usulnya, perkataan kyai dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda:
1. Sebutan gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, umpamanya kyai garuda kencana di pakai untuk sebutan kereta emas yang ada di keraton Yogyakarta.
2. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya
3. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab
Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kyai, ia sering disebut seorang alim (orang yang dalam pengetahuan Islamnya) Seperti yang disutkan oleh Zamakhsari Dhofir.
Pemakaian istilah kyai tampaknya merujuk pada kebiasaan daerah. Pemimpin pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah disebut kyai, sedangkan di Jawa Barat disebut "ajengan". Secara nasional, term kyai lebih terkenal dari pada ajengan. Pararel dengan kyai adalah ulama, yang merupakan istilah yang ditransfer dari dua sumber skriptural Al-Qur'an dan Al-Sunnah serta digunakan secara nasional.
Gelar kyai tidak diusahakan melalui jalur-jalur formal sebagai sarjana misalnya, melainkan datang dari masyarakat yang secara tulus memberikannya tanpa intervensi pengaruh-pengaruh pihak luar. Kehadiran gelar ini akibat kelebihan-kelebihan ilmu dan amal yang tidak dimiliki lazimnya orang dan kebanyakan didukung pesantren yang dipimpinnya. Oleh karena itu, kyai menjadi patron bagi masyarakat sekitar terutama yang menyangkut kepribadian. Sebagai patron "kyai" dalam pandangan Martin Van Bruinessen, memainkan peranan yang lebih dari sekedar seorang guru. Ia bukan sekedar menempatkan dirinya sebagai pengajar dan pendidik santri-santrinya, melainkan juga aktif memecahkan masalah–masalah krusial yang dihadapai masyarakat. Ia memimpin kaum santri, memberikan bimbingan dan tuntutan kepada mereka, menenangkan hati seseorang yang sedang gelisah, menggerakkan pembangunan, memberikan ketetapan hukum tentang berbagai masalah aktual bahkan tidak jarang ia bertindak sebagai tabib dalam mengobati penyakit yang diderita orang yang mohon bantuannya. Maka kyai mengemban tanggung jawab moral-spiritual selain kebutuhan materiil. Tidak berlebihan jika terdapat penilaian bahwa figur kyai sebagai pemimpin karismatik menyebabkan hampir segala masalah kemasyarakatan yang terjadi disekitarnya harus dikonsultasikan lebih dahulu kepadanya sebelum mengambil sikap terhadap masalah itu.
Kyai adalah pemimpin non formal sekaligus pemimpin spiritual dan posisinya sangat dekat dengan kelompok-kelompok masyarakat lapisan bawah di desa-desa. Sebagai pemimpin masyarakat, kyai memiliki jama’ah komunitas dan masa yang diikat oleh hubungan keguyuban yang erat dan ikatan budaya paternalistik. Petuah-petuahnya selalu didengar, diikuti dan dilaksanakan oleh jamaah, komunitas dan massa yang dipimpinnya.
Dalam pesantren kyai adalah pemimpin tunggal yang memegang wewenang mutlak. Disini tidak ada orang lain yang lebih dihormati daripada kyai. Ia merupakan pusat kekuasaan tunggal yang mengendalikan sumber-sumber terutama pengetahuan dan wibawa yang merupakan sandaran bagi para santrinya. Maka kyai menjadi tokoh yang melayani sekaligus melindungi para santri.
Kyai menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan pesantren, seperti: Ustadz (pengajar) dan santri. Mereka baru berani melakukan sesuatu tindakan diluar kebiasaan setelah mendapat restu dari kyai. Ia ibarat raja, segala titahnya menjadi menjadi konstitusi, baik tertulis maupun konvensi yang berlaku bagi kehidupan pesantren. Ia memiliki hak untuk menjatuhkan hukuman terhadap santri-santri yang melanggar ketentuan-ketentuan titahnya menurut kaidah–kaidah normatif yang mentradisi di kalangan pesantren. Dengan demikian kedudukan seorang kyai memiliki kedudukan ganda yaitu: sebagai pengasuh sekaligus sebagai pemilik pesantren. Secara kultural kedudukan ini sama dengan kedudukan bangsawan feodal yang biasa dikenal dengan nama kanjeng di pulau jawa. Ia dianggap memiliki sesuatu yang tidak memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain disekitarnya.
2. Tipe Kyai
Adanya tipe-tipe kyai yang dapat membedakan antara kyai satu dengan kyai lainnya sebagai pemimpin dalam mengembangkan pendidikan pondok pesantren4.
a) Kyai Spiritual
Kyai Spiritual adalah pengasuh pondok pesantren yang lebih menekankan pada upaya mendekatkan diri pada Tuhan YME lewat amalan ibadah tertentu. Dalam hal ini kyai banyak mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan seperti: melakukan thariqah: Naqsabandiyah, wahidiyah, muhammadiyah dan lain-lain.
b) Kyai Advokatif
Kyai Advokasi adalah pengasuh pondok pesantren yang selain aktif mengajar pada santri dan jamaahnya juga memperhatikan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat dan senantiasa mencari jalan keluarnya. Kyai ini tidak hanya mengajarkan tentang teori saja akan tetapi beliau juga ikut menerapkan teori tersebut dalam dunia nyata.
c) Kyai Politik
Kyai polilik adalah pengasuh pondok pesantren yang senantiasa peduli kepada organisasi politik dan kekuasaannya. Kyai ini tanggung jawabnya tidak hanya dalam pesantren saja akan tetapi beliau juga aktif dalam kegiatan berorganisasi di luar pondok pesantren terutama dalam dunia perpolitikan.
3. Peran Kyai
Kyai merupakan salah satu komponen yang sangat esensial di pesantren, ia merupakan figur sentral yang mengatur sirkulasi atau kelangsungan suatu pesantren dan ia juga menentukan corak atau warna pesantren yang dikelolanya. Pertumbuhan dan perkembangan suatu pesantren seringkali tergantung pada kualitas pribadi kyai yang mengelolanya.
Peran kyai adalah membentuk kepribadian muslim yang utuh yaitu insan yang bertaqwa, karena kyai mempunyai tugas untuk mengemban amanat suci sebagaimana yang telah dimiliki oleh seorang Nabi, bahkan ulama adalah pewaris para Nabi. Jalaluddin Abdurrahman bin Aabu Bakar Suyuti(
Hal ini sesuai dengan hadist Nabi SAW yang berbunyi:
Artinya : Dari Anas Bin Malik : Ulama adalah pewaris para Nabi dan mereka disukai oleh penduduk langit dan dimintakan ampunan untuknya oleh ikan-ikan yang ada dilautan ketika wafat sampai hari kiamat. (HR. Bukhori).
Hadist di atas menunjukkaan bahwa peran ulama (kyai) mempunyai tugas untuk menunjukkan dan membimbing umat manusia sesuai dengan tugas yang dimiliki oleh Nabi.
Secara umum peran kyai sebagian besar dalam kehidupan dibuktikan untuk kepentingan agama dan secara khusus adalah mengelola pondok pesantren dan memberi pelayanan kepada para santri, dimana pelayanan tersebut dimaksudkan untuk membentuk kepribadian muslim yang utuh yaitu insan yang bertaqwa, bahkan dalam perkembangannya pondok pesantren dituntut mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas, agar apa yang diinginkan tercapai, maka pondok pesantren paling tidak ada peranan kyai yaitu sebagai pemimpin, pendidik dan sebagai mubaligh. Dalam hal ini akan dijelaskan bahwa:
a. Kyai Sebagai Pemimpin
Kyai mempunyai pengaruh yang besar dalam bidang sosial, hal ini terjadi sejak ada dan berkembang hingga saat ini. Pengaruh kyai masih
dirasakan oleh masyarakat bahkan bertambah luas dalam kehidupan masyarakat bernegara.
Imran Arifin mengatakan bahwa:
“Secara umum keberadaan kyai hanya dipandang sebagai pemimpin informal (informal leader), tetapi kyai dipercayai memiliki keunggulan baik secara moral maupun sebagai seorang alim. Pengaruh kyai diperhitungkan baik oleh pejabat-pejabat nasional maupun oleh masyarakat umum”.
Keunggulan kyai sebagai pemimpin dipercayai oleh masyarakat, begitu juga kyai menyadari tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin di hadapan masyarakat, hal ini sesuai dengan hadist yang berbunyi :
Artinya : Dari Abdullah bin Umar r.a berkata : saya mendengar Rasulullah bersabdah : masing-masing dari kamu adalah seorang pemimpin dan masing-masing dari kamu sekalian bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya (HR: Bukhori dan Muslim)7.
Hadist ini menunjukkan bahwa betapa beratnya menjadi seorang pemimpin dalam kehidupan masyarakat. Maka dari itu, seorang pemimpin harus bisa menyesuaikan dengan adanya perubahan sosial, akan tetapi kyai tidak akan lepas dari tradisi lamanya yaitu: berpegang teguh pada cara
yang lama (hal-hal yang baik) dan meninggalkan hal-hal yang buruk sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang ada di zaman sekarang ini.
b. Sebagai Pendidik
Menurut Habib Hirzin, menjelaskan bahwa peran kyai sebagai pendidik adalah :
“Sebenarnya peranan kyai lebih besar dalam bidang penanaman iman, bimbingan ibadah amaliah. Penyebaran dan pewarisan ilmu., pembinaan akhlak, pendidikan beramal, pemimpin serta menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh santri”8.
Peran kyai sebagai pendidik terutama dalam mamberi contoh untuk melaksanakan perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk kepada para santrinya. Hal ini berdasarkan firman Allah Q.S. Ali-Imran ayat 104:
Artinya : Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar. (Q.S Ali-Imran : 104).
Dari ayat di atas, menjelaskan bahwa kyai adalah sebagai pendidik, nampak dari pola hidup kesehariannya yang senantiasa dijadikan cermin oleh para santrinya. Dengan sikap teladannya yang selalu berada pada jalur amar ma'ruf nahi munkar, baik melalui perkataan, maupun perbuatan. Dengan demikian, peran seorang kyai dalam pesantren adalah sesuatu
yang tidak bisa dihindari karena kyai merupakan unsur dari sebuah pesantren.
c. Kyai Sebagai Muballigh
Pondok pesantren yang merupakan salah satu lembaga kemasyarakatan, juga merupakan tempat keberadaan pimpinan-pimpinan masyarakat yang besar pengaruhnya dalam tatanan masyarakat, baik lewat pengajian umum, ceramah, khutbah, dan sebagainya demi menyebarkan ajaran Islam.
Keberadaan seorang kyai terhadap masyarakat harus bertanggungjawab menyampaikan perintah dan larangan yang terdapat dalam Al-Quran dan hadits. Kyai harus mengerjakan terlebih dahulu, tidak hanya dengan perkataannya saja tanpa perbuatan atau tingkah laku, karena Allah SWT berfirman dalam surat As-Shaff ayat 2-3:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kaum perbuat? Amal besar kebencian di sisi Allah SWT bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (QS Shaff : 2-3) .